Sabtu, 28 Januari 2012

TENTANG MUSIK #1(Di Sekitar Aku “Dan…”)

Kalau kalian adalah anak yang terlahir di akhir tahun 1980an, atau menjalani masa SMP dan SMA di awal tahun 2000an, tidak sedikit dari kalian pastilah seorang Sheila Gank (nama fans berat Sheila On 7), atau minimal kalian pastilah mengenal Sheila On 7. Ya, Aku sendiri adalah seorang Sheila Gank yang maniak namun dewasa pada masa-masa SD, SMP dan SMA. Apa itu penggemar maniak namun dewasa? Menurut buku panduan lengkap menikmati musik yang entah kapan akan aku tulis, penggemar maniak namun dewasa adalah sebutan bagi mereka yang ngefans berat pada sebuah grup musik, penyanyi ataupun artis, namun tidak terjebak pada hal-hal simbolik seperti ngumpulin poster, pergi ke setiap gigs sang pujaan, rela menjadi groupies (ouuuw….), dan hal-hal lain yang secara ilmiah bersifat pseudo science, atau tidak bersifat substansial. Pada tahap penggemar maniak namun dewasa, seorang fans mampu merespon segala bentuk alunan musik dan lantunan lirik sang pujaan sebagai sebuah bentuk artikulasi yang mampu memberinya keteguhan hati dalam menyikapi sebuah fenomena kosmik, atau sederhananya, karya sang pujaan mampu berbicara dan ditangkap utuh sebagaimana apa yang sebenarnya ingin dimaksudkan.

Kembali pada Sheila On 7, aku mengenalnya pertama kali pada pertengahan 1999, ketika aku duduk di bangku kelas 5 SD. Kala itu aku menyaksikan video klip lagu “Kita” di salah satu stasiun televisi swasta. Tak ada yang spesial waktu itu sebenarnya, dan ini membuktikan bahwa pada Sheila On 7 cintaku bukanlah cinta pada pandangan pertama. Semua berubah drastis ketika pada tahun yang sama aku mendengar lantunan lagu “Dan” di salah satu radio. Dan dari sini semua dimulai.

Lagu “Dan”, entah mengapa begitu mengena di telingaku waktu itu, mungkin efek dari jiwaku yang mulai mengenal cinta monyet, tapi setelah usia makin bertambah, aku kira bukan itu juga alasan utamanya. Menurutku sejauh ini, “Dan” adalah lagu golongan easy listening yang paling mendekati sempurna, baik di tinjau dari tema yang ada pada lirik maupun dari sisi aransemen musik. Bila dianalisa secara awam, liriknya bercerita tentang bagaimana cara memutuskan sebuah hubungan percintaan, atau mungkin lebih tepatnya tentang betapa sulitnya memutuskan sebuah hubungan percintaan. Simak lirik bagian ini “…dan, bukan maksudku, bukan inginku, melukaimu, sadarkah kau di sini ku pun terluka, melupakanmu, menapikanmu, maafkan aku...”. Lebih umum lagi “Dan” dapat ditafsirkan sebagai lagu yang bercerita tentang bagaimana getirnya hati manusia sehabis mengecewakan orang lain, ini terlihat pada bagian reff yang memuat kata-kata “Lupakanlah saja diriku, bila itu bisa membuatmu, kembali bersinar dan berpijar seperti dulu kala. Caci maki saja diriku, bila itu bisa membuatmu, kembali bersinar dan berpijar seperti dulu kala”

Di akhir tahun 2009, majalah Rolling Stones Indonesia menurukan edisi 100 lagu Indonesia Terbaik sepanjang masa, dan “Dan” menempati posisi ke 28. Dalam ulasannya diceritakan bahwa “Dan” bersifat sangat personal bagi Eross (Sang Pencipta), bahkan menurut kakeknya Eross, lirik lagu tersebut mengingatkan hubungan antara Eross dan Ayahnya yang harus berpisah sedari kecil karena perceraian. Lirik berikut mungkin mewakili perasaan tersebut “ dan, dan bila esok, datang kembali, seperti sediakala dimana kau bisa bercanda, dan, perlahan kaupun, lupakan aku, mimpi burukmu, dimana tlah kutancapkan duri tajam, kaupun menangis, menangis sedih, maafkan aku..”. Ini membuktikan bahwa “Ðan” tak hanya sekedar lagu dengan lirik “cinta-cintaan”, namun lebih dari itu. Selain sarat makna, lirik “Dan” pun tergolong ke dalam lirik yang secara penggunaan bahasa dapat di kategorikan baik, mudah di pahami, dan maksudnya mampu dengan mudah dijangkau dengan logika manusia. Itulah beberapa kelebihan liriknya.

Dalam hal komposisi musik, “Dan” juga memiliki keunggulannya sendiri yang bercita rasa dan membuatnya juara. Dibuka dengan petikan senar gitar satu persatu pada kord AMaj, suasana harupun mulai terasa. Lalu masuklah pukulan Drum Anton yang lambat namun memberikan nilai plus tersendiri. Pilihan Anton dengan memukul snare dan floor secara bersamaan dan minus hi-hat seperti selayaknya pukulan drum di kebanyakan lagu memang terasa sangat tepat. Bunyi bas Adam yang nyaris tanpa teknik yang rumit semakin menegaskan bahwa ini adalah lagu yang tak akan terlalu sulit untuk diterima telinga. Dan Tarikan rendah dari vokal sengau Duta yang berbarengan dengan bunyi cello yang menyanyat hati semakin menyempurnakan kehebatan lagu ini.

Mungkin bagi sebagian anak muda lagi pada waktu itu, menyukai ”Dan” adalah sebuah hal yang cemen, karena lagunya bertempo lambat dan liriknya ngomongin cinta. Cercaan ini nyata adanya, dan datang bahkan dari para kritikus dan pengamat musik. Mungkin karena di kala itu musik Indonesia memang masih diberi warna oleh musik-musik keras seperti Slank, Jamrud, Boomerang, Power Slaves, dan lain sebagainya. Namun di salah satu edisi majalah "Hai" kala itu, Eross pernah mengeluarkan opini bahwa apapun yang di katakan oleh para kritikus musik itu, mereka tak akan pernah mengerti bagaimana rasanya menjadi anak berusia 17 tahun dan mendengarkan lagu Sheila On 7. Ya, sebuah tanggapan yang tepat, setidaknya menurutku.

Bagiku, “Dan” kala itu memberikan semacam stimulun baru bagi kehidupanku, bukan hanya kala itu aku adalah anak berusia di awal belasan tahun yang masih ingusan dan baru mengenal cinta-cintaan, namun juga “Dan” memberikan padaku semacam harapan akan sebuah masa depan dari hingar bingarnya Industri musik Indonesia. “Dan” terkemas di dalam Album Self Titled Sheila On 7 yang dalam waktu tak sampai satu tahun telah terjual lebih dari Satu Juta keping, yang sekaligus menjadikan Sheila On 7 sebagai band pertama di Indonesia yang mampu mencapai prestasi seperti itu. Sejak saat itu aku yakin bahwa kelak aku harus menjadi seorang musisi yang terkenal, sedikit demi sedikit aku melupakan mimpiku untuk menjadi seorang Jenderal, dan perlahan mulai merangkai mimpi untuk menjadi seorang musisi handal.

Itulah sekiranya pledoi yang dapat aku jabarkan tentang mengapa aku menyukai “Dan”, ini penting diketahui sebelum aku menjelaskan efek “Dan” terhadap kehidupanku selanjutnya. Karena ”Dan” adalah alasan mengapa pada akhirnya aku ingin sekali pandai memainkan alat musik terutama Gitar, walaupun “Dan” bukanlah lagu pertama yang bisa kumainkan dengan gitar.

Disamping itu, ketika kini beranjak dewasa, setidaknya “Dan” masih mengajarkanku untuk tetap terus mengerti, bahwa dalam hidup kadangkala melepaskan adalah sebuah keputusan yang tak dapat dihindari. Bukan atas maksud mengakhiri apa yang telah kau rajut sebelumnya, namun lebih demi memberi sentuhan estetika baru, agar kelak apa yang kau cipta tetap memberi rasa dan karsa. (Bersambung)