Minggu, 28 Agustus 2011

alasan saya menentang FPI

Inilah masyarakat kita, yang sedari sejak TK hanya diajarkan alur berpikir postivis Thomas Kuhn yg kini melahirkan pemikiran modernis.Kebanyakan dari kita akhirnya selalu menganggap mayoritas sebagai objektifitas.dan terbukti alur berpikir linear sperti itulah yg akhirnya mnyebabkan kita menyepelekan minoritas, dan tidak mengindahkan perbedaan yang sebenarnya hakiki.

Dan lihatlah sekarang, kita pun akhirnya terjebak pada keangkuhan dan justru menuju pada kondisi masyarakat tribal(tertutup), tidak open mind.dan hanya berusaha menganggap satu kebenaran mutlak, yaitu kebenaran yg disepakati bersama..kan aneh ini..padahal mnurutku there is no objectivity, it just a intersubjectivity..makanya, kita itu mulai sekarang sebaiknya hrus mengajarkan aliran pemikiran masyarakat terbuka Karl Raimund Popper pada generasi selanjutnya. Dengan metode falsifikasinya, Popper menganggap bahwa semua yang ada di dunia ini bersifat tentatif atau masih bisa salah.

oleh karena itu, semua argumen politik, ekonomi, budaya bahkan agama sekalipun, selama itu karya interpretasi manusia, tentu bersifat bisa salah..dan kebenarannya belum absah sebelum diuji oleh metodologi lain. Persis seperti apa yang dikatakan filsuf Friedrich W. Nietzsche, sesungguhnya tidak ada kebenaran di dunia ini,yg ada hanyalah interpretasi.

Tp mungkin ini trlalu ekstrem ya..
Kembali ke islam sendiri saja, di Al Quran di jelaskan bahwa ALLAH memang sengaja menciptakan kebergaman agar manusia itu saling mengenal,menghargai dan membagi (pluralisme)..jadi jelas ALLAH mengutuk keseragaman..dan membela keberagaman..

Tentang gonjang-ganjing terbaru, yaitu FPI yang melarang SCTV menayangkan film "?" . Ada yang bilang itu dibesar-besarkan demi skenario promosi film "?", kalaupun iya menurut saya sih di biarkan saja..toh filmnya lumayan berbobot..kecuali dulu itu film mngejar miyabi, itu memang nggak mutu sama sekali.

lalu mengenai potensi memecah belah masyarakat, saya rasa itu ketakutan yang terlalu dibuat-buat. jelas2 scene di film itu mnggambarkan kerukunan umat beragama, dan kalaupun ada scene tentang konflik, itu semua adalah ragam konflik yang menurut saya nyata adanya di indonesia, dan memang seharusnya di ceritakan oleh budayawan atau pekerja seni sebagai tanggung jawab sosialnya. jadi tujuannya sekarang jelas semua itu sebagai bahan refleksi bagi masyarakat kita. karena hidup yang tidak direfleksikan adalah hidup yang tidak layak untuk di teruskan kata Socrates..

Terakhir, jika memang kita percaya pada Tuhan yang maha satu, maka kita juga harus percaya bahwa semua manusia di dunia ini apapun agama dan budayanya adalah ciptaan Tuhan yang maha satu itu. Lalu apakah boleh menyakiti sesama ciptaannya?

-Ferdiansyah Rivai-